Selasa, 16 Februari 2010

Pengembangan Kemampuan Membaca Anak Usia Dini Melalui Metode Glenn Doman

Pendahuluan

Persoalan membaca, menulis, dan berhitung atau calistung memang merupakan fenomena tersendiri. Kini menjadi semakin hangat dibicarakan para orang tua yang memiliki anak usia taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar karena mereka khawatir anak-anaknya tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolahnya nanti jika sedari awal belum dibekali keterampilan calistung.

Kekhawatiran orang tua pun makin mencuat ketika anak-anaknya belum bisa membaca menjelang masuk sekolah dasar. Hal itu membuat para orang tua akhirnya sedikit memaksa anaknya untuk belajar calistung, khususnya membaca. Terlebih lagi, istilah-istilah “tidak lulus”, “tidak naik kelas”, kini semakin menakutkan karena akan berpengaruh pada biaya sekolah yang bertambah kalau akhirnya harus mengulang kelas.

Selama ini taman kanak-kanak didefinisikan sebagai tempat untuk mempersiapkan anak-anak memasuki masa sekolah yang dimulai di jenjang sekolah dasar. Kegiatan yang dilakukan di taman kanak-kanak pun hanyalah bermain dengan mempergunakan alat-alat bermainedukatif. Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung tidak diperkenankan di tingkat taman kanak-kanak, kecuali hanya pengenalan huruf-huruf dan angka-angka, itu pun dilakukan setelah anak-anak memasuki TK B.

Akan tetapi, pada perkembangan terakhir hal itu menimbulkan sedikit masalah, karena ternyata pelajaran di kelas satu sekolah dasar sulit diikuti jika asumsinya anak-anak lulusan TK belum mendapat pelajaran calistung.

Karena tuntutan itulah, akhirnya banyak TK yang secara mandiri mengupayakan pelajaran membaca bagi murid-muridnya. Berbagai metode mengajar dipraktikkan, dengan harapan bisa membantu anak-anak untuk menguasai keterampilan membaca dan menulis sebelum masuk sekolah dasar. Beberapa anak mungkin berhasil menguasai keterampilan tersebut, namun banyak pula di antaranya yang masih mengalami kesulitan.

Perkembangan keterampilan membaca

Belajar membaca mencakup pemerolehan kecakapan yang dibangun pada ketrampilan sebelumnya. Jeanne Chall (1979) mengemukakan ada lima tahapan dalam perkembangan kemampuan membaca, dimulai dari ketrampilan pre-reading hingga ke kemampuan membaca yang sangat tinggi pada orang dewasa.

Tahap 0, dimulai dari masa sebelum anak masuk kelas pertama, anak-anak harus menguasai prasyarat membaca, yakni belajar membedakan huruf dalam alfabet. Kemudian pada saat anak masuk sekolah, banyak yang sudah dapat “membaca” beberapa kata, seperti “Pepsi”, “McDonalds”, dan “Pizza Hut.” Kemampuan mereka untuk mengenali simbol-simbol populer ini karena seringnya melihat di televisi atau pun di sisi jalan serta meja makan. Hal ini mengindikasikan bahwa mereka dapat membedakan antara pola huruf, meskipun belum dapat mengerti kata itu sendiri. Pengetahuan anak-anak tentang huruf dan kata saat ini secara umum lebih baik ketimbang beberapa generasi sebelumnya, hal ini dikarenakan pengaruh acara televisi anak seperti “Sesame Street.”

Tahap1, mencakup tahun pertama di kelas satu. Anak belajar kecakapan merekam fonologi, yaitu keterampilan yang digunakan untuk menerjemahkan simbol-simbol ke dalam suara dan kata-kata. Kemampuan ini diikuti dengan tahap kedua pada kelas dua dan tiga, di mana anak sudah belajar membaca dengan fasih. Di akhir kelas tiga, kebanyakan anak sekolah sudah menguasai hubungan dari huruf-ke-suara dan dapat membaca sebagian besar kata dan kalimat sederhana yang diberikan.

Perubahan dari “learning to read” menuju “reading to learn” dimulai dalam tahap 3, dimulai dari kelas 4 sampai kelas 8. Anak-anak pada tahap ini sudah bisa mendapatkan informasi dari materi tertulis, dan ini direfleksikan dalam kurikulum sekolah. Anak-anak di kelas ini diharapkan belajar dari buku yang mereka baca. Jika anak belum menguasai “ how to” membaca ketika kelas empat, maka kemajuannya membaca untuk kelas selanjutnya bisa terhambat.

tahap 4, dimulai pada saat sekolah tinggi, direfleksikan dengan kemampuan baca yang sangat fasih. Anak menjadi semakin dapat memahami beragam materi bacaan dan menarik kesimpulan dari apa yang mereka baca.

Emergent Literacy

Kendati kebanyakan anak belajar membaca di sekolah, namun sebagian besar anak belajar tentang membaca di rumah. Mereka belajar simbol tertulis sesuai dengan bahasa tutur ketika menyampaikan arti kepada orang lain.

Tapi kebanyakan anak pra-sekolah tidak membaca—tidak benar benar membaca. Mereka mungkin dapat mengidentifikasi Coca-Cola, Burger King, atau tanda Fruit Loops ketika melihatnya, tapi ini bukan benar-benar membaca. Kendati demikian, apa yang dipelajari anak selama berbicara dengan orangtua tadi adalah kemampuan menyusun tahap membaca yang sebenarnya. Gagasan bahwa ada kontinum perkembangan kemampuan membaca, dari anak usia pra-sekolah hingga yang sudah menjadi pembaca fasih, dikatakan sebagai emergent literacy.

Whitehurst dan Lonigan (199 mencatat sembilan komponen emergent literacy, sebagai berikut.

1. Language: membaca merupakan kemampuan bahasa, dan anak-anak harus cakap dengan bahasa tutur. kemampuan membaca yang terampil juga memerlukan lebih dari sekedar kecakapan bahasa tutur. Membaca tidak berarti refleksi bahasa tutur, di mana anak yang memiliki kecakapan bahasa yang tinggi akan menjadi anak dengan kemampuan membaca yang juga baik.

2. Convention of print: anak-anak yang dipaparkan kepada pembacaan di rumah melalui penemuan cetak. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris, anak-anak belajar bahwa membaca dilakukan dari kiri kek kanan, atas ke bawah, dan dari depan ke belakang.

3. Knowledge of letters: Kebanyakan anak-anak dapat menceritakan ABC sebelum mereka masuk ke sekolah dan dapat mengidentifikasi individu huruf dari alphabet (kendati beberapa anak berpikir “elemeno” adalah nama huruf antara “k” dan “p”. pengetahuan huruf sangat kritis bagi kemampuan baca. Sebagai contoh, penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan anak taman kanak-kanak untuk menamai huruf memprediksikan nilai yang dapat diraihnya pada kemampuan membaca di kemudian hari.

4. Linguistic awareness; anak harus belajar mengidentifikasi tidak saja huruf melainkan unit linguistik, seperti fonem, silabel, dan kata. Mungkin yang paling penting dari kemampuan linguistik untuk membaca adalah pengolahan fonologi, atau diskriminasi dan mengartikan berbagai suara bahasa.

5. Korespondensi phoneme-grapheme: Ketika anak sudah memahami bagaimana mensegmentasikan dan mendiskriminasikan beragam suara bahasa, maka mereka harus mempelajari bagaimana suara ini sesuai dengan huruf tertulis. Kebanyakan proses ini dimulai di masa pra-sekolah, di mana pengetahuan huruf dan sensitivitas fonologis berkembang secara simultan dan resiprok.

6. Emergent reading: banyak anak-anak pura-pura membaca. Mereka akan mengambil buku cerita yang sudah akrab bagi mereka dan “membaca” halaman per halamannya, atau akan mengambil buku yang belum akrab bagi mereka dan pura-pura membaca, membuat narasi sesuai dengan gambar di halaman tersebut.

7. Emergent writing: Sama dengan pura-pura membaca, anak-anak juga sering berpura-pura menulis, membuat garis lekuk (squiggle) pada sebuah halaman untuk “menuliskan” nama atau cerita mereka, atau merangkai huruf yang benar untuk menghasilkan sesuatu yang menurut mereka sesuai dengan cerita.

8. Motivasi print: seberapa tertariknya anak-anak dalam membaca dan menulis? Seberapa pentingkah bagi mereka untuk memahami kode rahasia yang memungkinkan orangtua mengartikan serangkaian tanda pada sebuah halaman? Beberapa bukti mengindikasikan bahwa anak kecil lebih tertarik dalam print (huruf cetak) dan membaca memiliki skill emergent literacy yang lebih besar ketimbang yang kurang termotivasi untuk melakukannya. Anak-anak yang tertarik dalam membaca dan menulis lebih mungkin mengetahui huruf cetak, mengajukan pertanyaan tentang print, mendorong orang dewasa untuk membacakannya untuk mereka, dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk membaca ketika mereka sudah bisa.

9. Other Cognitive Skill: Kemampuan kognitif individu, di samping yang berkaitan dengan bahasa dan kesadaran linguistik mempengaruhi kemampuan baca anak-anak. Berbagai aspek lain memori sangatlah penting di sini yang juga ikut mempengaruhi kemampuan membaca.

Hubungan antara beberapa komponen emergent literacy dengan kemampuan baca terkadang sulit dijelaskan. Namun demikian, jelas halnya bahwa keluarga memberikan “The Whole Package”. Munculnya keterampilan emergent literacy kepada anak-anaknya akhirnya anak akan membantu nantinya untuk memiliki kemampuan yang baca lebih baik baik di awal sekolah maupun di kemudian hari, daripada keluarga yang hanya memberikan paket sedikit-sedikit (Bialystok, 1996; Whitehurst & Lonigan, 1998). Ini dibenarkan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kemampuan emergent literacy selama masa pra sekolah dengan kemampuan membaca di sekolah dasar (Lonigan, Burgess, & Anthony, 2000; Storch & Whitehurst, 2002).

Kemampuan membaca dan perkembangan kognitif

Phonemic awareness, adalah salah satu skill yang dapat memprediksikan kemampuan membaca di kemudian hari, Phonemic awareness adalah pengetahuan tentang huruf yang dapat dipisahkan dari suara. ‘kesadaran ini belum muncul pada anak-anak prescholl. Penelitian telah menunjukkan bahwa sensitivitas anak-anak terhadap ritme akan berujung pada kesadaran fonem, yang sebaliknya mempengaruhi kemampuan baca dan menjadikannya lebih mudah bagi anak-anak untuk mengenali kata-kata tertulis baik yang bersuara ataupun yang mirip (misalnya, cat dan at). Anak yang sedari kecil memiliki kemampuan phonemic awareness yang baik dapat dipastikan kemampuan membacanya juga baik.

Phonologic Recoding. Alasan bahwa kesadaran Phonologis merupakan predictor untuk kemampuan baca awal adalah karena kemampuan baca awal yang secara umum melibatkan penyuaraan kata-kata. Proses phonologic recoding ini merupakan dasar dari mayoritas program instruksi membaca di AS saat ini. Anak-anak diajarkan mendengar huruf dan mencoba mencocokkan antara huruf dan suara.

Kemampuan baca yang benar-benar fasih tidak dilakukan dengan menyuarakan setiap huruf namun dengan secara langsung mendapatkan arti keseluruhan kata dari memori (keseluruhan kata yang berdasar visual).

Kunci bagi kemampuan baca yang fasih adalah proses automatization (otomatisasi), yakni pemerolehan arti kata tanpa melakukan usaha (otomatis). Kemampuan mengakses arti kata, memperluas sumberdaya terbatas dari seseorang dalam proses ini sangat penting bagi kemampuan baca yang terampil. Ketika terlalu banyak sumberdaya mental digunakan hanya untuk mendapatkan arti kata individual, maka terlalu sedikit sumberdaya yang tertinggal untuk memenggal akta-kata dan memahami arti yang lebih besar dari suatu teks.

Pengajaran Membaca

Ada dua pendekatan penting pada instruksi membaca (reading instruction) dan komentar tentang bagaimana bukti penelitian dipertimbangkan dalam topik ini. Pada dasarnya (dan secara sederhana) instruksi membaca dapat dipikirkan sebagai, baik itu (1) proses bawah ke atas (bottom-up process), anak-anak mempelajari komponen-komponen individu suatu bacaan (mengidentifikasi huruf, korespondensi suara-huruf [letter-sound correspondence]) dan meletakkannya bersamaan untuk memperoleh makna; atau (2) proses atas ke bawah (top-down process), tujuan, pengetahuan latar belakang, dan ekspektasi anak-anak menentukan informasi apa yang dipilih dari teks. Proses terakhir ini merupakan suatu perspektif konstruktifis, mengingat kembali ide-ide Piaget. Tentu saja, membaca yang terampil melibatkan bottom-up dan top-down process, pembuatan tiap dikotomi artifisial. Namun demikian, reading instruction, terutama pada tingkat awal, sering menekankan satu terhadap lainnya, dan oleh karena itu dikotomi memiliki beberapa dasar dalam realitas.

Kurikulum yang menekankan bottom-up process ditunjukkan melalui metode fonik (phonics method). Di sini, anak-anak diajar korespondensi suara- huruf spesifik, sering kali independen pada tiap konteks “yang penuh makna”. Kurikulum yang menekankan top-down process ditunjukkan melalui pendekatan bahasa-menyeluruh (whole-language approach). Menurut Marilyn Adams dkk., “whole-language approach menekankan bahwa pembelajaran dilabuhkan pada dan dimotivasikan oleh makna. Selanjutnya, dikarenakan pemaknaan dan kepemaknaan yang penuh (meaningfulness) perlu didefiniskan secara internal dan tidak pernah melalui pernyataan (pronouncement), pembelajaran dapat efektif hanya pada seberapa jauh pembelajaran secara kognitif dikendalikan oleh siswa”. Oleh karena itu, kurikulum bahasa-menyeluruh (whole-language curricula) menekankan pada ketertarikan membaca (reading interesting) dan teks penuh makna (meaningful text) sejak dini. Ruang kelas di mana bahasa keseluruhan diajarkan, lebih cocok berpusat pada siswa (student centered) dibandingkan dengan berpusat pada guru (teacher centered), memiliki integrasi membaca dan menulis dalam keseluruhan kurikulum, memiliki penghindaran latihan bahasa, dan memiliki kesempatan kecil dalam hal pengelompokan kemampuan secara kaku.

Bukti penelitian yang didiskusikan semestinya membuat gamblang pentingnya pemrosesan level dasar (bottom-up) dalam pembelajaran membaca. Keterampilan fonologis merupakan prediktor tunggal terbaik kemampuan membaca (dan ketidakmampuan membaca). Kemampuan tersebut tidak berkembang secara spontan, dan biasanya mengeksplisitkan instruksi. Kurikulum yang mengabaikan phonics, mengabaikan tentang bagaimana “bermaknanya” phonics membuat pengalaman membaca, sedang meresikokan melek huruf pada kebanyakan siswanya.

Paradigma belajar Membaca Pada Anak TK: Pro dan Kontra Calistung

Perbedaan definisi belajar menjadi pangkal persoalan dalam mempelajari apa pun, termasuk belajar membaca. Selama bertahun-tahun belajar telah menjadi istilah yang mewakili kegiatan yang begitu serius, menguras pikiran dan konsentrasi. Oleh karena itu, permainan dan nyanyian tidaklah dikatakan belajar walaupun mungkin isi permainan dan nyanyian adalah ilmu pengetahuan.

Teori psikologi perkembangan Jean Piaget selama ini telah menjadi rujukan utama kurikulum TK dan bahkan pendidikan secara umum. Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung secara tidak langsung dilarang untuk diperkenalkan pada anak-anak di bawah usia 7 tahun. Piaget beranggapan bahwa pada usia di bawah 7 tahun anak belum mencapai fase operasional konkret. Fase itu adalah fase, di manaanak-anak dianggap sudah bisa berpikir terstruktur. Sementara itu, kegiatan belajar calistung sendiri didefinisikan sebagai kegiatan yang memerlukan cara berpikir terstruktur, sehingga tidak cocok diajarkan kepada anak-anak TK yang masih berusia balita.

Piaget khawatir otak anak-anak akan terbebani jika pelajaran calistung diajarkan pada anak-anak di bawah 7 tahun. Alih-alih ingin mencerdaskan anak, akhirnya anak-anak malah memiliki persepsi yang buruk tentang belajar dan menjadi benci dengan kegiatan belajar setelah mereka beranjak besar.

Pesan yang ditangkap dari teori Piaget sering kali berhenti pada “larangan belajar calistung”, namun tidak banyak orang memahami alasannya. Padahal perkembangan dalam pembelajaran di era informasi sekarang ini sebenarnya sudah semakin jauh berubah. Topik pelajaran bukanlah persoalan yang akan menghambat seseorang, pada usia berapapun, untuk mempelajarinya. Syaratnya hanyalah mengubah cara belajar, disesuaikan dengan kecenderungan gaya belajar dan usianya masing-masing sehingga terasa menyenangkan dan membangkitkan minat untuk terus belajar.

Belajar membaca, menulis, berhitung, dan bahkan sains kini tidaklah perlu dianggap tabu bagi anak usia dini. Persoalan terpenting adalah merekonstruksi cara untuk mempelajarinya sehingga anak-anak menganggap kegiatan belajar mereka tak ubahnya seperti bermain dan bahkan memang berbentuk sebuah permainan.

Memang benar jika membaca diajarkan seperti halnya orang dewasa belajar, besar kemungkinan akan berakibat fatal. Anak-anak bisa kehilangan gairah belajarnya karena menganggap pelajaran itu sangat sulit dan tidak menyenangkan.

Merujuk pada temuan Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk, sesungguhnya pelajaran calistung hanyalah sebagian kecil pelajaran yang perlu diperoleh setiap anak. Cara kita memandang calistung semestinya juga sama dengan cara kita memandang pelajaran lain, seperti motorik dan kecerdasan bergaul ataupun musikal.

Penganut behaviorisme memang mencela pembelajaran baca-tulis dan matematika untuk anak usia dini. Mereka menganggap hal itu sebuah pembatasan terhadap keterampilan.

Namun demikian pelajaran calistung bisa membaur dengan kegiatan lainnya yang dirancang dalam kurikulum TK tanpa harus membuat anak-anak terbebani. Adakalanya tidak diperlukan waktu ataupun momentum khusus untuk mengajarkan calistung. Anak-anak bisa belajar membaca lewat poster-poster bergambar yang ditempel di dinding kelas. Biasanya dinding kelas hanya berisi gambar benda-benda. Bisa saja mulai saat ini gambar-gambar itu ditambahi poster-poster kata, dengan ukuran huruf yang cukup besar dan warna yang mencolok.

Setiap satu atau dua minggu, gambar-gambar diganti dengan yang baru, dan tentu akan muncul lagi kata-kata baru bersamaan dengan penggantian itu. Dalam waktu satu atau dua tahun, bisa kita hitung, lumayan banyak juga kata yang bisa dibaca anak-anak. Jangan heran kalau akhirnya anak-anak bisa membaca tanpa guru yang merasa stres untuk mengajari mereka menghafal huruf atau mengeja.

Glenn Doman menjadi pelopor dalam pengembangan metode belajar membaca dan matematika bagi anak-anak usia dini. Glenn Doman adalah contoh lain pendobrak teori perkembangan Piaget. Doman adalah seorang dokter bedah otak. Ia berhasil membantu menyembuhkan orang-orang yang mengalami cedera otak lewat flash card. Ia membuat kartu-kartu kata yang ditulis dengan tinta berwarna merah pada karton tebal, dengan ukuran huruf yang cukup besar. Kartu-kartu itu ditampilkan di hadapan si pasien dalam waktu cepat, hanya satu detik per kata. Adanya perkembangan pada otak pasiennya membuat ia ingin mencobanya kepada anak-anak bahkan bayi.

Metode flash cards bagi sebagian besar orang adalah mustahil. Karena, bisa saja anak-anak menghafal kata-kata yang sudah diperkenalkan namun akan kebingungan ketika diberikan kata-kata baru yang belum pernah dibacanya.

Kritik terhadap flash cards memang sering dilontarkan orang, termasuk sebagian ahli psikologi. Hal itu disebabkan flash cards dianggap sebagai cara yang kurang rasional, merusak pembelajaran nalar dan logika. Flash cards berbasis hafalan, sedangkan kemampuan membaca menurut para psikolog dan orang pada umumnya harus diproses melalui tahapan-tahapan fonemik dan fonetik. Anak-anak harus terlebih dahulu mengenal huruf dan mampu membedakan bunyi, sampai akhirnya bisa menggabungkan huruf-huruf tersebut menjadi sebuah kata.

Itulah letak perbedaan Doman dan para pengkritiknya. Doman hanya merekomendasikan pembelajaran membaca dan matematika sekitar 45 detik per hari. Bisa kita bayangkan, betapa sebentarnya, dan kemungkinan anak-anak merasa terbebani karena metode itu sangatlah kecil. Tak heran jika anak-anak usia 2 atau 3 tahun pun sudah mahir membaca dan juga menjadi sangat suka serta tentu saja tidak menolak untuk belajar membaca dengan pendekatan tersebut.

Mengembangkan kemampuan para pendidik untuk mengajar calistung secara menyenangkan, mungkin akan lebih baik daripada melarang pelajaran calistung pada anak usia dini secara keseluruhan, tanpa memberikan solusi untuk mengatasi persoalan baca-tulis di sekolah dasar. Bukan pelajarannya yang harus dipersoalkan, tetapi cara menyajikannya.

Metode Pengajaran Membaca Anak Glenn Doman

Ada dua faktor penting dalam Metode Glenn Doman ini adalah sebagai berikut :

  • Sikap dan pendekatan orang dewasa. Syarat terpenting adalah, bahwa diantara orang dewasa dan anak harus ada pendekatan yang menyenangkan, karena belajar membaca merupakan permainan yang bagus sekali. Biasakan anak membaca dengan suatu kegemaran, bisa dibuat permainan menarik untuknya
  • Membatasi waktu untuk melakukan permainan ini sehingga betul-betul singkat. Hentikan permainan ini sebelum anak itu sendiri ingin menghentikannya.
  • Jangan pernah memaksa anak untuk belajar membaca tanpa kemauan dia sendiri.

Tahap Pembelajaran

1.Untuk tahap pertama, persiapkan kertas karton kaku warna putih dan spidol besar yang ujungnya rata (selebar satu sentimeter) berwarna merah. Selain itu, juga spidol ukuran 0,5 sentimeter warna hitam. Kertas karton digunting-gunting sepanjang 60 sentimeter dengan lebar 15 sentimeter, sediakan pula yang selebar 12,5 sentimeter.

2. Tuliskan kata di atas guntingan kertas karton dengan huruf kecil (bukan kapital), huruf yang sederhana dan konsisten. Untuk tahap pertama, buatlah 15 kata di atas 15 lembar karton, dibagi menjadi tiga. Misalnya, lima lembar pertama adalah nama-nama anggota keluarga (set A), lalu lima lembar kedua bertuliskan nama-nama organ tubuh (set B), sedangkan lembar ketiga bertuliskan nama-nama bunga (set C). Yang jelas, gunakan nama-nama yang tidak asing bagi dia, terutama nama benda yang sering anak jumpai setiap hari. Dengan demikian, anak akan lebih mudah mengingatnya.

Pada hari pertama belajar, hanya ditunjukkan lima lembar pertama (set A) kepada anak dengan membacanya, tiga kali sehari. Pada hari kedua, tunjukkan dan bacakan set A dan set B, juga tiga kali sehari. Sementara pada hari ketiga, bacakan set A, B, dan C selama tiga kali sehari. Pada hari keempat, lakukan seperti hari ketiga. Ini dilakukan terus sampai kartu-kartu terbaca 15-25 kali. Perlu diingat bahwa urutan kata harus sama dari setiap setnya. Agar tidak terjadi kekeliruan, setiap kertas bisa diberi nomor di sebaliknya, sehingga waktu kita menunjukkannya kepada anak urutannya tetap sama.

Mengenalkan Surga dan Neraka

Program: Voice of Islam | Rubrik: HOMESCHOOLING | Narasumber: Ir. Lathifah Musa | Topik: MENGENALKAN SURGA DAN NERAKA

Jalan-jalan ke pasar mencari makanan enak

Jangan lupa cari yang baik dan jelas halalNya

Kenalkan surga pada anak-anak

Agar mereka menyukai kebaikan dan mencintai Rabbnya

Home schooling kami hadirkan sebagai alternative pendidikan berkualitas dalam keluarga kita di tengah arus liberalisasi dan kapitalisasi yang semakin merusak dan mematerialistiskan dunia pendidikan.

Dalam rubric ini kita akan masih akan berbincang-bincang dengan Ustzh Ir Lathifah Musa. Beliau selain merupakan pemimpin redaksi majalah udara VOI, konsultan klinik anak muda, ternyata juga menjadi pengamat dunia anak, penulis buku-buku pendidikan anak usia dini dan sekaligus juga seorang praktisi Homeschooling dalam keluarga. Tema kita berjudul

MENGENALKAN SURGA DAN NERAKA

Ustadzah, sejak kapan kita mengenalkan surga dan neraka?

Surga dan neraka memang harus mulai dikenalkan pada anak pada usia dini. Agar anak-anak bisa memiliki motivasi dan harapan tentang perbuatan-perbuatan baik. Pengenalan surga dan neraka juga akan membuat anak semakin mengenal Rabbnya.

Bagaimana cara kita mengenalkan surga dan neraka. Mana yang lebih dahulu? Pengenalan tentang surga dan neraka, adalah pengenalan tentang konsep pahala dan siksa pada anak. Dalam hal ini memang kita harus memahami tahapan-tahapan dan caranya. Karena pada anak usia dini, mereka baru mengenal cinta, kasih sayang dan pelayanan dari orang tuanya, khususnya ibunya. Pendidikan anak usia dini tidak mengedepankan sanksi. Sehingga tahapan pengenalan surga adalah tahap yang paling awal sebelum mengenalkan neraka. Anak-anak menyukai gambaran yang indah, yang menyenangkan. Pengenalan surga sangat mudah dengan pendekatan cinta dan kasih sayang pada anak usia dini. Untuk anak usia dini, mereka harus ditanamkan kecintaan kepada Allah SWT, kecintaan kepada Rasulullah Saw, kecintaan kepada kedua orang tuanya, kecintaan kepada surga sebagai satu bentuk kearunia Allah SWT dan kecintaan kepada Islam dan umat Islam.

Bagaimana cara kita mengenalkan surga?

Untuk anak-anak, lebih mudah bercerita. Dan kita mengenal surga dalam al Qur’anul karim yang datang kepada kita secara pasti bahwa itu dari Allah SWT. Di dalam al Qur’an banyak sekali ayat-ayat tentang surga yang kita jumpai. Misalnya dalam surat ar Rahman. Yang dalam surat itu selain menanamkan kecintaan kepada Allah Yang Maha Penyayang, juga mengenalkan tentang keindahan surga. Selain itu juga ada surat-surat lain dalam al Qur’an. Disampaikan juga kepada siapa surga diberikan. Yaitu kepada orang-orang yang shaleh. Biasanya anak-anak akan memiliki gambaran yang menyenangkan tentang surga. Mereka bertanya apakah ada makanan yang enak-enak, ada mainan-mainan, ada ayunan, ada es krim dll yang mereka sukai. Maka kita biarkan saja imajinasi mereka berkembang tentang surga. Yang jelas, ketika seorang yang shalih masuk surga, maka ia bisa meminta apapun yang indah dan baik kepada Allah SWT. Tentu akan sangat berbeda gambaran surga pada seorang anak, seorang ibu bahkan seorang bapak. Sebagai contoh, bagi seorang ibu, mungkin yang diinginkannya adalah tidur yang nyaman, sehingga gambaran tentang bantal-bantal yang bersusun dan permadani-permadani membuat para ibu yang seringkali kepayahan mengurus rumah tangga dan anak yang masih kecil memikirkan tentang surga. Untuk para bapak atau para bujang mungkin yang terindah adalah bidadari. Apapun, surga itu menyenangkan dan membuat setiap manusia yang shalih dan shalihah sangat berharap memasukinya.

Kapan kita mengenalkan neraka? Kita mengenalkan neraka setelah mengenalkan surga. Tetapi pada anak usia dini hanyalah gambaran yang bersifat umum saja. Bahwa di neraka kita tidak akan menemui sesuatu yang indah dan menyenangkan, jauh berbeda dengan gambaran surga. Maka sebenarnya rata-rata cukup bagi seorang anak untuk tidak suka neraka. Apalagi ketika sang ibu mengatakan, bahwa ibu sendiri tidak mau masuk masuk neraka, maka anak kecil biasanya mengatakan aku maunya sama ibu. Kalau ibu tidak mau masuk neraka, maka aku juga tidak mau. Bagi anak kecil, ibunya adalah segalanya. Di neraka kita tidak akan menemui Allah dan rasulNya, di neraka kita juga mungkin tidak akan bertemu dengan ibu kita yang baik dan shalihah. Ketika tahap pertama anak sudah berhasil dikenalkan kecintaan kepada Allah, RasulNya, insya Allah ia akan mengenal bahwa neraka adalah tempat yang harus dihindari dan dijauhi.

Apakah perlu gambaran deskriptif tentang neraka? Lengkap dengan segala bentuk siksanya misalnya?

Pada tahap awal, misalnya usia TK memang tidak perlu deskriptif. Karena khawatir terbawa mimpi dan mereka sangat takut. Untuk usia SD bisa lebih deskriptif dan akan membuat mereka semakin tidak suka dengan neraka, dan memfokuskan hidup untuk selalu mencari jalan ke surga. Ada satu permainan anak-anak yang namanya ular tangga anak muslim. Permainan ini sangat baik untuk mengenalkan macam-macam amal shaleh yang harus diikuti dan amal buruk yang harus dijauhi. Anak-anak sangat senang ketika mereka bisa berhasil naik tangga menuju ke surga. Apalagi kalau tanpa hisab. Mereka sangat sedih ketika dalam langkahnya tergelincir mundur atau turun, sehingga jauh dari surga. Di sanalah kita akan menanamkan kecenderungan anak untuk selalu beramal shaleh. Pengenalan tentang neraka bisa menyertai pengenalan tentang hari Kiamat. Karena Hari Kiamat adalah salah satu rukun iman yang juga harus dikenalkan sejak usia dini. Karena anak juga diajari tahfizh al Qur’an dan juz amma’ banyak membahas tentang hari Kiamat juga, maka penjelasan surat-surat dalam juz amma’ sangat perlu disampaikan kepada anak ketika mereka menghafalkan.

Bagaimana dengan anak yang saking bandelnya jadi tidak mempan ketika kita hanya memberi gambaran umum tentang neraka. Mereka cenderung menyepelekan?

Pada anak-anak tertentu memang ada yang kategori bandel sehingga menyepelekan penggambaran tadi. Penggambaran deskriptif tentang neraka sangat perlu, agar mereka paham. Salah seorang kawan saya pernah ditantang seorang anak kecil bahwa dia tidak takut neraka. Dia menjelaskan tentang adanya neraka itu dipenuhi api. Kebetulan ia membawa korek api. Dia menyalakan untuk menjelaskan api, kemudian meniupnya. Tiba-tiba ujung baranya ditempel ke tangan anak. Si anak terkejut. Panas, katanya. Baru teman saya ini menjelaskan bahwa itu baru baranya. Belum apinya. Kemudian dijelaskan lagi tentang api dunia itu hanyalah percikan yang sangat kecil dari api neraka. Baru anak ini takut dengan neraka. Ada satu contoh lain dalam sinetron Dedy Mizwar: PPT kira-kira setahun yang lalu. Ketika tiga sahabat yang tinggal di mushola mendebat tentang, bahwa setan jin itu dari api, kalau masuk neraka berarti tidak terasa dong. Kan api ketemu api. Kemudian Bang Jack menjelaskan, tapi ketiganya ditampar dulu satu persatu. Ditanya apakah sakit: mereka jawabab pasti sakit, namanya juga ditampar. Baru kemudian menjelaskan, bahwa asal manusia dari tanah, pipi itu tanah dan tangan itu tanah. Tanah ketemu tanah apa bisa sakit. Demikian juga api neraka itu sangat keras dan dahsyat yang juga bisa membuat makhluk yang berasal dari api pun sangat sengsara. Bagi saya itu bagian skenarionya Wahyu HS yang sangat jelas dan cerdas menjelaskan tentang siksa neraka kepada mereka-mereka yang bandel. Tapi ini penjelasan kepada preman ya. Kalau anak kecil tentu tidak boleh seperti itu. []

Minggu, 31 Januari 2010

Doa untuk Sekeranjang Tempe | :: Blognya Hafidz341 ::

Doa untuk Sekeranjang Tempe | :: Blognya Hafidz341 ::

MAHASISWA

A. Definisi Mahasiswa
“Siapa kalian…? Mahasiswa. Berapa jumlah kalian…? Satu”. Weleh weleh…kayak mau demo aja.
Mahasiswa memiliki banyak definisi dan juga interpretasi. Kata mahasiswa terdiri dari empat suku kata. Dua suku kata pertama (maha) adalah sesuatu yang tidak biasa atau di luar kebiasaan bila dibandingkan dengan yang lain. Sedangkan du suku kata terakhir yaitu siswa berarti seseoramg yang masih duduk di bangku sekolah en berusaha untuk menangkap pembelajaran yang diberikan secara sepihak oleh para guru. So, bisa diartikan mahasiswa sebagai orang yang masih duduk di bangku sekolah dan di luar kebiasaan (Lho???).
Mahasiswa lebih dari sekedar siswa yang hanya duduk di bangku sekolah tanpa pernah mau berpikirmengenai kelangsungan bangsa ini.

B. Tipe Mahasiswa
1. Mahasiswa Asal – Asalan
Mahasiswa sebagai agen of change tidak menutup kemungkinan juga mempunyai niatan tidak sungguh – sungguh. Why? Let’s read it!
Berbagai jalan ditempuh tuk mendapatkan predikat mahasiswa tanpa memperhatikan bagaimana cara mereka mendapatkannya. Dengan memalsukan ijazah adalah sesuatu yang sekarang dah jadi trend. Hanya demi selembar kertas mereka bela – belain tuk dapetin. Apapun cara dan resikonya. Lagi – lagi yang menjadi orientasi masyarakat (khususnya masyarakat Indonesia) adalah sekolah untuk mendapatkan ijazah trus kerja tuk dapat uang. Ironisnya ada yang beralasan bahwa dengan kuliah itu dah ngurangi jumlah pengangguran. Wah wah wah...payah.
Pren, ini nih akibatnya kalau ideologi kapitalis dipake. Yang aada di otak cuma uang, uang, en uang. Filosofi mereka adalah muda hura – hura, tua kaya raya, mati masuk surga. Aji...b. jangankan rakyat biasa, wong caleg – caleg yang dah koar – koar kesana kemari aja pake jurus pemalsuan ijazah kok. Pas ditanya en diteliti ternyata ijazahnya palsu.
Back to mahasiswa. Kalau jaman kekhilafahan bisa mencetak generasi macam Al Khawarizmi (pelopor bidang ilmu matematika), Al Battani (astronom terbesar Islam), Ibnu Al Haytsam (pelopor optik), Abu Bakr ar Razi (ahli kimia yang memperkenalkan system penyulingan air), Ibnu Sina (ahli kedokteran), en masih banyak yang lain. Lha sekarang? Mahasiswa hanya dicetak untuk jadi buruh – buruh murah.
Perilaku mahasiswa merupakan tolok ukur dari dunia pendidikan. Mahasiswa asal – asalan adalah cermin pendidikan yang bobrok karena pake sistem yang emang dah dari sononya bobrok.

2. Mahasiswa SO (Study Oriented)
Mahasiswa tipe ini lebih banyak meluangkan waktunya untuk belajar. Datang ke kampus hanya untuk belajar. Begitu selesai kul, langsung cabut (wah nyabut apaan?). Pulang maksudnya. Sampai di rumah belajar lagi.

3. Aktivis
a. Pacaran
“Hari gini masih jomblo? Manusia jadul loe”.
Penting ya? Para aktivis pacaran banyak yang kena batunya , saat pacarnya mengekang dan menjajahnya. Karena sang pacar merasa sudah “memiliki” saat terjadi “penembakan” dan si cewek menerima dirinya “ditembak”.
Saat hati sudah terjerat maka sulit melepaskan sang pacar, padahal belum tentu kenyataan menjadi jodoh resmi. Padahal saat pacaran paling lama 6 bulan akan terjadi cekcok, Saat terjadi percekcokan maka akan sulit putus/ melepas si pacar. Padahal ada calon lain yang lebih baik en siap melamar si cewek.
Jadi, jangan biarkan orang lain yang mengaku pacar menutup peluang rezeki (jodoh) dengan mengikat diri, hanya dengan proklamasi pacaran atau jadian...waktu habis, jodoh belum tentu dapat yang tepat.
Banyak kasus yang terjadi akibat kemaksiatan yang satu ni. Parahnya ada yang ampe terjadi KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan). Mbahe parah, aborsi yang dah jadi kerja sambilan para dokter. Ya kalo masih dikasih kesempatan hidup kalo ka’o pas aborsi? Mbok yo dah siap nang nikah wae. Ato puasa aje tuk ngurangi gejolak syahwatmu. Pren...pren...Dah sengsara di dunia, di akhirat apalagi.

b. Dakwah
Jadi aktivis dakwah? Wuih...Yang kebayang pertama kali mungkin yang pake sarung, pake peci, nentengin Quran ato tasbih kemana – mana. Padahal nih ye, di jaman yang makin edan ini yang namanya pengemban dakwah itu macem – macem. Tergantung pemikiran apa yang diemban.
Klo dulu pas jaman Rasulullah en sahabat, sarana yang digunakan dalam dakwah hanya berupa lisan dan tulisan yang hanya bisa dijangkau oleh sekian orang. Namun subhanallah tulisan en petuahnya sampai hari ini masih bisa kita pake sebagai rujukan. And now, dengan sarana yang semakin canggih akan memudahkan para aktivis dakwah dalam menyampaikan ide – ide Islam kepada masyarakat luas di seantero jagat.
Aktivis dakwah gagal dalam kul? Mungkin ini salah satu opini negatif yang menyebabkan banyak orang beranggapan klo dengan jadi aktivis dakwah kulnya bakal berantakan. Beneran nggak sih?
Faktor yang menghambat tu macam – macam. Bisa datang dari diri sendiri or dari lingkungan. Dari diri sendiri kadang klo lagi datang stres jadi malas ngerjain, belum lagi inspirasi yang nggak kunjung datang. Dari lingkungan bisa berupa dosen yang emang dah illfeel lihat kita, jilbaber, kerudung segede bad cover, dah gitu mukanya nggak kelihatan lagi. Boro – boro dibaca, dilihat aja nggak.
Ayo...aktivis dakwah..! Jangan mau kalah ma aktivis – aktivis macam aktivis nomor 1 tadi. Apalagi macam aktivis yang ketiga berikut ini.

c. Tawuran
Hari gini masih tawuran? Please dech... cuma makhluk primitif yang menyelesaikan masalah dengan tawuran (kekerasan). Padahal, kekerasan bukan solusi pertama en utama tuk beresin masalah. Tapi kenapa mahasiswa – mahasiswa masih banyak yang ngelakuin ”perang kolosal” ini?
Pren, tindakan kalian nggak beda jauh ma preman pasar en kayak kagak pernah disekolahin aje. Adu jotos itu gak terjadi di atas ring tinju atau antar pemain bola. Tapi di halaman kampus or di jalan raya. Lempar batu? Bukan dari pejuang intifadah di Palestina. Tapi...dari orang – orang yang katanya intelektual. Darah? Jangan tanya. Cairan yang satu ini nggak bakal ketinggalan dari aksi aksi anarkis para mahasiswa yang tengah ”berjuang” demi solidaritas, gengsi, ataupun predikat jagoan yang ditakuti en than akhirnya disegani (Bener nggak sih?).
Oi...pren...Apa sih yang kalian cari? Yang ada cuman korban. Entah itu korban fisik maupun perasaan. Klo dah meregang nyawa, hanya kesedihan keluarga yang didapat. Parahnya lagi kalo sampe membunuh lawan. Hidup nggak tenang, dihantui rasa bersalah, takut ada yang balas dendam, or sering berprasangka buruk ma orang lain.
Ayo pren...Hentikan rutinitas ini coz nggak bakal bikin diri kita mulia di hadapan manusia apalagi di hadapan Allah. Yang ada justru jadi terhina karena dikalahkan oleh hawa nafsu. Nggak bikin masalah tuntas, justru tambah runyam. So, daripada sibuk mikirin aksi balas dendam lebih baik salurkan gelora muda kita ke arah positif. Aktif mengkaji Islam contohnya. Selain bisa membentengi diri dari godaan hawa nafsu juga membuat peran kita sebagai generasi harapan umat lebih maksimal.

Sabtu, 09 Januari 2010

Alhamdulillahirobbil'alamin. Amanah dari TK Mutiara Islam untuk mendampingi siswa-siswi mengikuti jalan sehat dalam rangka memperingati Hari Ibu sudah selesai. Jadi ingat masa TK dulu. Tapi seingatku di TK ku dulu nggak pernah memperingati moment seperti ini. Tapi setiap hari kamis selalu diajak oleh Bu guru jalan-jalan ke sekitar sekolah. Sampai di sekolah sudah disiapkan masakan oleh Bu guru. Senangnya..
Selain saya, ustadzah yg mendampingi td adalah ustdzh. Susan, ustdzh. Anis, dan usudzh. Sulis. Siswa yang datang juga tidak banyak: Nabila, Faza, Hana, Rasen, Riyan, Zidan TK A

Rabu, 06 Januari 2010

Kaleidoskop Keluarga Muslim 1430 H/2009 M. “Kehidupan Makin Liberal, Masa Depan Makin Suram”

Mengakhiri tahun 1430 H, berdekatan dengan akhir tahun 2009 M, menorehkan luka dan duka yang semakin mendalam dalam benak seluruh kaum muslimin. Cengkeraman kehidupan kapitalis liberal telah membenamkan umat ini dalam lautan masalah. Kehidupan keluarga muslim semakin terkepung gelombang mematikan, baik secara ekonomi, politik, hukum, sosial dan seluruh aspek kehidupan. Musuh-musuh Islam, dengan ideologi kapitalis-liberal berusaha dengan sungguh-sungguh menghancurkan kekuatan umat hingga tak tersisa.

Keluarga yang selayaknya menjadi benteng terakhir pertahanan umat dan negara, semakin mendapat serangan gelombang kerusakan yang bertubi-tubi. Keluarga yang seharusnya menjadi pabrik yang melahirkan generasi pemimpin masa depan, belum lagi bertaji. Jangankan mengangkat wajah untuk tampil sebagai pemimpin peradaban terbesar yang pernah ada dalam sejarah, perubahan yang diharapkan mampu mengeluarkan umat ini dari derita berkepanjangan pun, belum menampakkan hasil.
Hari ini potret kehidupan yang kelam masih membayang. Dunia Islam, termasuk Indonesia masih menampilkan bayang-bayang kehidupan yang suram. Tulisan ini sekilas merefleksikan kilas balik kehidupan di tahun 1430 H/2009 M. Tentu dengan harapan, bahwa harus ada jalan keluar menuju kebangkitan yang membentang di hadapan.

Potret Kelam Muslimah dan Keluarga Muslim Indonesia
Awal tahun 2009, krisis global yang terjadi sejak 2007 belum juga beranjak. Kondisi ini jelas berimbas pada kehidupan keluarga muslim yang semakin sulit dari sisi perekonomian. Keluarga muslim harus menanggung beban berat, imbas dari merajalelanya riba sebagai penyokong utama sistem keuangan kapitalisme global. Pengangguran tinggi menyebabkan terabaikannya kewajiban nafkah oleh suami terhadap istri dan anak-anak. Hal ini pula yang mendorong kaum perempuan terpaksa ikut mencari nafkah, meninggalkan rumah, mengabaikan harkat martabat kemuslimahannya dan peran utama sebagai “pendidik pertama dan utama serta posisi manajer rumahtangga” (ummun wa robbatul bait). Akibatnya muslimah mulai terperangkap dalam dunia liberalisasi yang menghantarkan kekelaman dan kesuraman bagi kehidupan berkeluarga-bermasyarakat dan bernegara.

Sepanjang tahun 2009 atau 1430 H ini, terdapat ragam peristiwa, kejadian dan propaganda opini yang mengarah pada proses liberalisasi, terutama liberalisasi keluarga. Diantaranya:

1. Liberalisasi Menyusup Pesantren
Liberalisasi menyusup dunia pesantren. Ditandai dengan merebaknya pro-kontra film Perempuan Berkalung Sorban besutan sutradara Hanung Bramantyo. Film yang dirilis Januari 2009 dan didanai oleh The Ford Foundation ini berlatar belakang kehidupan pesantren yang dikesankan mengungkung hak-hak asasi perempuan. Film inipun berupaya mendobrak tatanan Islam mengenai posisi perempuan dan relasi antara suami-istri. Film ini hanyalah salah satu alat untuk memasarkan konsep persamaan hak antara laki-laki dan perempuan yang terus digencarkan kaum liberal. Nilai-nilai kebebasan hendak dicekokkan ke benak kaum perempuan, utamanya muslimah yang biasa hidup taat dengan syariat di pesantren-pesantren. Kurikulum pesantren yang dinilai kolot dibidik agar mengadopsi nilai-nilai liberal.

2. Kejar Paket UU Liberal
Bulan ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sebentar lagi habis masa jabatannya seperti kejar tayang dengan menggenjot penyelesaian berbagai regulasi. Beberapa UU liberal segera disahkan. Seperti UU Pemilu yang disahkan 26 Februari. Segera menyusul untuk disahkan UU Kepemudaan, dll.
Wacana amandemen UU menuju liberalisasi juga deras mengalir. Salah satu UU yang dibidik kaum liberal adalah UU Perkawinan. Untuk itu, pada 3-4 Februari 2009 Komnas Perempuan menggelar Dialog Nasional dengan tema ”Mencapai Kebijakan Hukum Keluarga yang Adil dan Setara Gender”. Tujuan Dialog Nasional untuk mencapai berbagai macam produk hukum dan terobosan melalui peradilan hukum, sehingga prinsip keadilan yang menjadi tujuan dari Islam (versi liberal) sendiri bisa terwujud.

Sementara itu, Skala Internasioal pada 12-17 Februari di The Ultra Modern Prince Hotel, Kuala Lumpur Malaysia menggelar Musawah dengan tema Gerakan global menuntut kesaksamaan dan keadilan dalam keluarga Islam. Musawah dihadiri lebih dari 250 ulama dan pemikir Muslim dari 48 negara (32 orang anggota dari Organisasi Konferensi Islam OIC). Peserta berasal dari berbagai kalangan termasuk akademisi, aktivis, pembuat kebijakan dan praktisi. Salah satu anggota komite perencanaan Musawah dari Indonesia adalah Kamala Chandrakirana dari Komnas Perempuan. Mereka menuntut keadilan dan kesetaraan dalam keluarga muslim, melalui hukum dan kebijakan publik. Fokus yang dituntut dalam musawah adalah “Pembaruan Hukum Islam dalam Keluarga Muslim”, terkait: Umur perkawinan, Izin perkawinan, Wali perkawinan, Saksi untuk perkawinan, poligami, nusyuz, perceraian, dan kawin mut'ah.”

Apa yang dirumuskan dalam Musawah setali tiga uang dengan rumusan dalam Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI) yang sebelumnya diajukan untuk mengganti UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974. Seperti diketahui, isi CLD-KHI yang digagalkan MUI pada 2004 itu sangat merusak tatanan syariat Islam. Seperti Perkawinan bukan ibadah, tetapi akad sosial kemanusiaan (muamalah); pencatatan perkawinan oleh pemerintah adalah rukun perkawinan; perempuan bisa menikahkan dirinya sendiri dan menjadi wali pernikahan; mahar bisa diberikan oleh calon suami dan calon istri; poligami dilarang; pernikahan dengan penbatasan waktu boleh dilakukan; perkawinan antaragama dibolehkan; istri punya hak talak dan rujuk; hak dan kewajiban suami istri setara.

3. Jebakan Demokrasi dalam Quota 30%
Hiruk pikuk menjelang pemilihan anggota legislatif 9 April 2009 turut menyeret sederetan kaum perempuan di dalamnya. Mereka ‘dipaksa’ ikut andil dalam proses demokratisasi guna memenuhi kuota 30 persen perempuan dalam parlemen. Parpol-parpol pun bergerilya mencari perempuan yang bersedia menjadi anggota dewan. Dan karena sistem pemilihannya langsung, akhirnya sosok perempuan ngetoplah yang diuntungkan. Benar saja, kini anggota dewan perempuan didominasi kalangan artis dan public figur. Tentu saja peran mereka sangat diragukan dalam membela kepentingan kaum muslimah dan masyarakat pada umumnya menuju tatanan kehidupan yang Islami. Bahkan, bisa jadi penghalang tegaknya kehidupan Islami karena mereka turut serta memperlancar menggelindingnya roda-roda liberalisasi melalui berbagai regulasi berbau gender. Maka upaya liberalisasi keluarga muslim pun semakin menguat.

4. Kapitalisasi Dunia Kesehatan
Kapitalisasi virus yang dilakukan oleh perusahaan vaksin dunia yang menggunakan WHO sebagai payung tampak begitu nyata pasca merebak epidemi flu babi, menyusul kasus-kasus flu burung sebelumnya. Departemen Kesehatan pun menggencarkan opini pentingnya vaksinasi demi pencegahan berbagai penyakit. Padahal faktanya, vaksinasi hanyalah bagian dari upaya melemahkan keluarga dan generasi. Lebih dari itu, terjadi kapitalisasi di dunia kesehatan. Layanan kesehatan begitu mahal, sementara hak-hak masyarakat sebagai pasien kerap terabaikan.
Kapitalisasi dalam dunia kesehatan pun dirasakan oleh seorang Prita Mulyasari. Ia dipisahkan dari dua anak balitanya guna menjalani hukuman penjara di LP Wanita Tangerang pada 13 Mei 2009 di LP Wanita Tangerang Banten. Prita dituduh mencemarkan nama baik RS Omni International Tangerang, tempat dimana ia sebelumnya dirawat. Praktis kebebasannya terenggut, termasuk tak bisa menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga selama tiga pekan. Kisah Prita berawal dari email yang dikirim kepada teman-temannya seputar keluhannya terhadap RS tersebut, yang kemudian menyebar ke publik lewat milis. Prita merasa dibohongi dengan diagnosa deman berdarah saat dirawat di RS Omni pada pertengahan Agustus 2008. Belakangan dokter di RS tersebut mengatakan dia hanya terkena virus udara. Tak hanya itu, dokter memberikan berbagai macam suntikan dengan dosis tinggi, sehingga Prita mengalami sesak nafas. Saat hendak pindah ke RS lainnya, Prita mengajukan komplain karena kesulitan mendapatkan hasil lab medis. Namun, keluhannya kepada RS Omni itu tidak pernah ditanggapi, sehingga dia mengungkapkan kronologi peristiwa yang menimpanya kepada teman-temannya melalui email dan berharap agar hanya dia saja yang mengalami hal serupa.

5. Nasib Tragis Pekerja Perempuan
Siti Hajar, seorang TKI asal Ngawi, Jawa Timur, Nurul Widayanti belum lama ini dilaporkan tewas bunuh diri di tempatnya bekerja di Selangor, Malaysia. Pihak keluarga tak yakin Nurul bunuh diri, melainkan dianiaya majikannya (www.liputan.com/14/6/09).
Nasib Siti Hajar melengkapi derita kaum perempuan di negeri ini yang terpaksa mengais rezeki di negeri seberang akibat sulitnya kehidupan di negeri para bedebah ini.

6. Potret Buram Dunia Pendidikan
Dunia pendidikan semakin menunjukkan potret buramnya. Kasus tawuran antar pelajar, Gang Nero yang membuat para gadis muda laksana preman, depresi pelajar menjelang dan sesudah Ujian Akhir Nasional, para pendidik yang kehilangan kredibilitas dengan manipulasi nilai ujian akhir, adalah sekelumit fakta persoalan pendidikan di negeri ini. Masalah asas pendidikan, metode pengajaran, kurikulum, pembiayaan pendidikan, target pendidikan dan lain-lain adalah problem terpendam dari gunung es persoalan dunia pendidikan.

7. Eksploitasi Perempuan dalam Ajang Miss Universe
Tanggal 13 Agustus digelar Miss Universe 2009. Wakil Indonesia Zivanna Letisha Siregar rela berbikini ria demi merebut mahkota ratu sejagad. Sayang, usahanya sia-sia. Masuk 15 besar pun tidak. Namun ia mengaku bangga bisa ikut serta di ajang maksiat itu, meski dilakukan tepat di bulan puasa. Begitulah, eksploitasi perempuan berkedok promosi pariwisata melalui ajang kontes kecantikan masih juga dinomorsatukan. Seolah tanpa menjual perempuan pariwisata negeri ini tidak akan laku.

8. Bencana dan Masih Saja Ada Upaya Kapitalisasi
Tanggal 30 September 2009, pukul 17.16 WIB terjadi Gempa Bumi berkekuatan 7,9 SR di Kabupaten Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Menurut catatan resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) korban meninggal akibat gempa bumi mencapai 1.117 jiwa dan lebih dari 1.200 orang luka berat dan hampir 250 ribu kepala keluarga kehilangan tempat tinggal.
Korban jiwa banyak dialami anak-anak, baik yang berada di tempat-tempat belajar maupun di rumah mereka. Sebagian besar anak-anak pun kehilangan keluarga. Ini berdampak trauma psikologis bagi mereka. Selanjutnya, ratusan anak-anak dieksploitasi secara ekonomi yakni menjadi suruhan orang-orang dewasa untuk menjadi pengemis di pinggir jalan, mengharap iba para pengguna jalan tanpa mempedulikan risiko yang dihadapi anak.

Kesehatan dan gizi anak juga terancam karena lambannya bantuan dari pemerintah serta minimnya lembaga yang mampu mengakses desa-desa yang terisolir akibat longsornya sebagian jalan utama, seperti di wilayah Padang Pariaman, Agam dan Pasaman Barat.
Di sisi lain, bencana itu dimanfatkan musuh-musuh Islam untuk mengkufurkan kaum muslimin yang sedang menderita. Seperti upaya pemurtadan di daerah Korong Koto Tinggi, Kenagarian Gunung Padang Alai, Kecamatan Koto Timur, Padang Pariaman, Sumatera Barat. Upaya ini dilakukan LSM Samaritan yang mendapat bantuan dari luar negeri (AS-red). Modus pemurtadan dengan mengajarkan anak-anak setempat pengenalan pada tuhan agama tertentu (www.muslimdaily.net). Hasil pantauan HTI press, dari sebanyak 187 organisasi relawan yang terdaftar di Satkorlap rumah gubernur Sumatera Barat, terdapat organisasi keagamaan missionaris antara lain Church World Service, Catholic Relief Services, Ya-PeKA HKBP, dan yang lainnya.(www.hizbut-tahrir.or.id /12 okt2009).

Pemurtadan juga terjadi di Kecamatan Limo Koto Timur, Padang Pariaman. Dua warga asal Amerika Serikat, Steve dan Rudi Gonzales, diketahui telah membagikan kitab suci agama tertentu kepada korban gempa. Aksi mereka terekam kamera telepon seluler saat memberikan khotbah di kerumunan warga. Dalam rekaman berdurasi 48 detik tersebut, mereka terlihat mengajak warga untuk berpindah dari agama Islam yang selama ini diyakini warga. Aksi ini ditentang warga sehingga mereka diusir dari daerah tersebut. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar kemudian menyita 24 kitab suci serta buku-buku petunjuk dan komik-komik yang dianggap menyesatkan masyarakat.

9. Ikon Kebebasan Putri Indonesia dan Artis Porno Miyabi
Kontroversi menyeruak menyusul terpilihnya Qory Sandioriva (18) sebagai Putri Indonesia 2009 pada 9 Oktober 2009. Maklum, wakil dari Nanggroe Aceh Darussalam ini terpilih karena keberaniannya menanggalkan busana muslimah. Padahal sejak pertama kali diadakan pada tahun 2003, peserta dari NAD selalu mengenakan pakaian tertutup di ajang ini (dan selalu kalah).
”Buat saya, rambut adalah mahkota keindahan wanita dan saya bangga dengan memperlihatkan keindahan tersebut. Tidak apa-apa kalau saya ingin memperlihatkannya. Saya melepas jilbab atas izin dari Pemda Aceh. Semoga keputusan saya bisa diterima," begitu ujarnya di tabloid Wanita Indonesia Edisi 19-25 Oktober 2009.
Sementara itu, 14 Oktober Maria Ozawa alias Miyabi direncanakan datang ke Indonesia (meski akhirnya batal). Artis porno asal Jepang itu sedianya akan diboyong ke tanah air untuk syuting film “Menculik Miyabi” yang diproduksi Maxima Picture. Beruntung rencana busuk itu diekspos media hingga terjadilah resistensi masyarakat. Sejatinya, sosok seperti Qory maupun Miyabi adalah ikon bagi kebebasan perempuan. Kemenangan Qory dikhawatirkan mempengaruhi citra perempuan Aceh pada khususnya dan muslimah pada umumnya yang identik dengan pakaian menutup aurat.
Di sisi lain, kaum liberal ingin mengokohkan sosok perempuan bebas seperti Miyabi sebagai ikon perempuan ideal. Padahal dialah perempuan cabul nan bejat, yang sejak usia 13 tahun sudah melakukan seks bebas dengan pacar-pacarnya. Ia bahkan tak diakui orangtuanya dan dijauhi teman-temannya karena menjadi penikmat dan pelaku industri porno.

10. Liberal Menjegal Formalisasi Syariat
Kaum liberal pun semakin getol menolak formalisasi syariat Islam di Indonesia. Untuk itu pada 16-17 Oktober 2009, Komnas Perempuan bekerjasama dengan beberapa lembaga seperti the Institute of Women’s Empowerment (Hongkong), Sister in Islam (Malaysia), ‘Aalimat (Indonesia), dan Maruah (Singapore) menyelenggarakan workshop regional dengan tema “State Adoption and Non-State Promotion of Sharia Law in Southeast Asia: Impacts on Women’s Rights.” Kegiatan ini berlangsung di Hotel Bidakara Jakarta Selatan.
Mereka beranggapan bahwa fenomena formalisasi syariat Islam tersebut memberikan banyak pengaruh dan akibat negatif bagi upaya pemenuhan hak-hak perempuan. Seperti qanun jinayat, dinilai semakin mempertegas dominasi kelompok-kelompok keagamaan yang tidak sensitif terhadap hak-hak perempuan (www.jurnalperempuan.com/ 21okt2009)

Begitulah yang dikehendaki kaum liberal, yakni membebaskan perempuan dari syariat Islam yang dinilai membelenggu. Kaum liberal ini pun semakin berani menantang Allah SWT. Seperti yang dilakukan pada pezina seks komersial (PSK). Sedikitnya 36 pekerja seks komersial (PSK) perwakilan dari 19 kota/kabupaten se-Jawa Barat (Jabar), menyelenggarakan Musyawarah Besar Wanita Pekerja Seks Komersial di Kabupaten Karawang.

Para PSK tersebut bersepakat akan membahas masalah penanggulangan HIV/AIDS di Jawa barat selama dua hari, 2-3 Oktober 2009. Mereka mengharapkan pemerintah menjamin kemudahan layanan kesehatan untuk mereka dan mendorong presiden terpilih Susilo bambang Yudhoyono segera merealisasikan janji kampanyenya tentang percepatan ketersediaan layanan HIV/AIDS. Mereka menuntut pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengalokasikan dana yang cukup besar dalam APBD untuk itu.(bbkbn.go.id/8/10/09)
Tuntutan itu seiring dengan makin maraknya industri seks tumbuh di negeri ini. Sebuah upaya untuk merusak akhlak dan moral generasi muda muslim agar semakin jauh dari tatanan Islam.

11. Nasib Tragis Hukum Bagi si Lemah
Nenek Minah (55) divonis 1 bulan 15 hari oleh Pengadilan Negeri Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (19/11), atas tuduhan mencuri tiga butir buah kakao seberat tiga kilogram milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) 4. Tanpa didampingi pengacara, warga Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang ini berusaha tetap tegar saat menyampaikan pembelaan atas dakwaan tersebut. Dia merasa tidak bersalah karena niatnya mengambil tiga biji kako senilai tak lebih Rp2.000 itu untuk bibit, sementara ketiga kepergok toh kako itu tak jadi dikuasainya.
Di tempat terpisah, dua warga Bujel, Kediri, Jawa Timur, Basar dan Kholik harus berurusan dengan Kepolisian Sektor Mojoroto gara-gara masalah sepele, mencuri satu biji semangka. Kejadian itu berawal saat Basar dan Kholik beristirahat setelah bekerja. Lantaran haus, timbul keinginan untuk mencari minum. Namun tiba-tiba ia melihat semangka yang belum dipanen. Maka diambillah buah itu. Belum sempat menikmati, kedua pria yang menjadi tulang punggung keluarga ini tertangkap Sudarwati, pemilik kebun semangka. Kebetulan pemiliknya adalah anggota polisi sehingga memudahkan proses hukum kedua pelaku. Upaya penyelesaian secara kekeluargaan mentah karena pelapor tidak memberi maaf.
Begitulah sistem hukum di negeri ini. Untuk mengadili rakyat jelata yang sejatinya tidak layak dikriminalkan itu begitu mudah dan cepat. Namun untuk menghukum penjahat kelas kakap, seperti koruptor berdasi hokum menjadi tumpul.

12. Ironisme dalam Penanggulangan HIV-AIDS
Peringatan Hari Aids 1 Desember kembali menjadi momen untuk mempropagandakan hidup bebas. Betapa tidak, paradigma yang ditawarkan untuk mencegah penularan HIV/Aids masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni antara lain kondomisasi. Akar masalah seperti menutup prostitusi sama sekali tidak direkomendasikan.


Potret Kelam Dunia
Gelombang liberalisasi yang mengantarkan muslimah dan keluarga muslim pada kenestapaan tak hanya melanda negeri ini, namun juga di berbagai belahan dunia. Secara global, keluarga muslim terus menerus dihadapkan pada serangan liberalisasi. Beberapa yang menonjol antara lain:

1. Krisis Gaza dan Upaya Liberalisasi Generasi
Tahun 2009 kaum muslimin di Indonesia dan dunia mengalami rasa sakit yang sangat dengan adanya agresi militer Israel ke Palestina. Agresi biadab sejak 27 Desember 2008 sampai November itu 2009 telah menelan 1.500 korban syahid, kebanyakan perempuan dan anak-anak. Sebanyak 22 rumah hancur dan 95 ribu warga terlunta-lunta, kebanyakan juga perempuan dan anak-anak .
Israel memang tidak pernah puas bila generasi Islam masih terus tumbuh dan berkembang. Bagi yang masih hidup pun, Israel terus berupaya untuk menghancurkannya, diantaranya dengan menggunakan narkoba sebagai penghancur pemuda Palestina. Organisasi Internasional Al-Quds dalam laporannya menyatakan, Zionis Israel memerangi para pemuda Palestina dengan narkotika dan berupaya merusak kekompakan dan persatuan diantara mereka [www.hidayatullah.com] .

Selain itu, Israel juga menyerang pemikiran anak-anak melalui dunia maya. Sebelum ini, koran Israel Yediot Aharonot melaporkan, Israel telah menyediakan situs-situs porno berbahasa Arab untuk merusak anak-anak Mesir, Saudi, Tunis, Yordania, dan Palestina (www.hidayatullah.com).
Israel menggunakan kemajuan teknologi informasi melalui facebook sebagai alat memata-matai dunia. Menurut Indonésie Magazine yang berbasis di Prancis, intelijen Israel fokus pada pengguna Facebook, terutama kepada Arab dan Muslim. Israel menggunakan informasi yang diperoleh melalui halaman Facebook mereka itu untuk menganalisis aktivitas mereka dan memahami bagaimana mereka berpikir. Facebook merupakan aktivitas rahasia Israel yang ditemukan pada Mei 2001. Ini bukan pertama kalinya Israel dituduh menggunakan Facebook untuk memata-matai orang. Pada April 2008 surat kabar Yordania Al-Haqiqah al-Dawliya menerbitkan sebuah artikel berjudul "The Hidden Enemy" membuat klaim yang sama (www.eramuslim.com)

Kebrutalan dan kebencian Israel terhadap perkembangan generasi Islam benar-benar nyata, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an,

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (TQS Al Baqarah: 120)

2. Kekerasan Terhadap Muslimah
Barat memiliki kebencian yang sangat kepada Islam termasuk simbol-simbol yang digunakan oleh kaum muslimin sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Kebencian barat seringkali menghantarkan mereka melakukan kekerasan bahkan menghantarkan kepada kematian. Padahal kaum muslimin tidak melakukan penghinaan kepada mereka, tetapi Barat merasa terhina dengan simbol-simbol ketaatan muslim kepada Allah SWT. Seperti apa yang dialami oleh seorang muslimah mesir yang bertempat tinggal di Jerman, Marwa Sherbini (31). Ia dibunuh di pengadilan Jerman oleh orang yang dinyatakan bersalah menghina agamanya dengan tikaman 18 kali. Suami korban, Elwi Okaz juga dalam kondisis kritis di rumah sakit akibat terluka saat mencoba menyelamatkan istrinya. Sherbini menggugat si pembunuh setelah dia menyebut Sherbini “teroris” karena mengenakan jilbab. Jaksa penuntut menyatakan, penyerang berusia 28 tahun, yang diidentifikasi sebagai Axel W, terdorong oleh kebencian mendalam terhadap warga asing dan Muslim.[bbc].

Amal Abusumayah, muslimah 28 tahun yang tinggal di Tinley Park, Illinois, AS ditarik jilbabnya secara sengaja oleh Valerie Kenney, warga setempat. Akibat perbuatannya itu, kini pelaku harus bersiap menjalani proses pengadilan pada 3 Desember mendatang, tuduhannya telah melakukan kekerasan karena kebencian. Dia terancam hukuman tiga tahun penjara serta denda 25 ribu dolar. Kejadiannya sendiri berlangsung tiga hari setelah peristiwa penembakan di Fort Hood, Texas, yang menewaskan 13 tentara Amerika pada Kamis (5/11) lalu. Saat itu, keduanya sedang berbelanja di pasar swalayan. Tiba-tiba, Kenney mendekati Amal dan langsung memakinya. “Pelaku penembakan di Texas bukan orang Amerika, tapi berasal dari Timur Tengah,” teriak Kenney, merujuk pada Mayor Nidal Malik Hasan, si pelaku penembakan. Amal mengacuhkan penghinaan itu. Namun, hal itu justru kian memancing emosi Kenney, yang langsung menarik jilbabnya secara kasar. Tak terima diperlakukan semena-mena, Amal melapor ke polisi, dan Kenney pun diamankan. Kasus tersebut segera menjadi perbincangan hangat di AS. (www.republika.co.id/).

Larangan jilbab juga terus terjadi. Beberapa negara bagian di Jerman telah melarang jilbab untuk guru (www.hidayatullah.com). Presiden Prancis, Nikolas Sarkozy, dalam pidato yang disampaikan pada Senin (22 Juni 2009) di Parlemen Nasional Prancis mengecam penggunaan hijab. Dia mengatakan bahwa burqa atau cadar menjadi simbol perbudakan wanita. Di AS telah ada draft undang-undang yang diajukan dewan legislatif negara Oregon, yang bakal melarang para guru di sekolah publik mengenakan “busana” yang menunjukkan identitas agamanya, termasuk jilbab. Draft undang-undang itu juga menyebutkan, pejabat sekolah yang melarang seorang guru mengenakan busana yang menunjukkan identitas agamanya saat mengajar, tidak akan dituntut secara hukum. (www.eramuslim.com).
Juga, larangan naik bus oleh seorang supir terhadap seorang muslimah di Australia telah memicu pertengkaran karena wanita itu mengenakan jilbab. Ibu dua anak tersebut mengatakan sopir itu tak mengizinkannya naik bus (www.antaranews.com). “Waktu saya naik, sopir itu berkata “Kamu tak boleh naik karena pakai topeng,” ujar wanita itu kepada harian Daily Telegraph edisi Jumat seperti dilaporkan AFP. Ketika menjelaskan bahwa yang dikenakannya adalah pakaian sesuai perintah agama, pengemudi tersebut menanggapinya: “Maaf, ini undang-undang.”

3.Liberalisasi Hukum Keluarga dan Penghapusan Hukum Islam
Rezim Barat secara beruntun mengecam proposal RUU (Rancangan UU yang sedang dibahas oleh parlemen Afghanistan mengenai hak wanita dalam perkawinan. Presiden Amerika Barack Obama hari Sabtu termasuk di antara para pemimpin dunia yang mengecam tajam undang-undang itu, yang bertujuan mengatur kehidupan berkeluarga masyarakat Syiah Afghanistan.Obama mengatakan, undang-undang itu memuakkan dan pandangan itu telah disampaikan kepada pemerintahan Karzai.(voa.com/5/4/09)
Gordon Brown berkata,” RUU ini akan membawa Afghanistan ke masa lalunya ketimbang menyongsong era demokratis yang menyamakan perlakuan terhadap pria dan wanita.” Penggunaan istilah-istilah seperti ‘pembolehan pemerkosaan dalam pernikahan’, ‘perbudakan seksual’ dan ‘pemenjaraan wanita’ mulai ditebar yang turut memanaskan histeria seputar RUU ini.(www.hizbut-tahrir.or.id)
Gereja Lutheran Swedia memperbolehkan melakukan perkawinan sejenis mulai November 2009. Sekitar 70 persen dewan gereja menjadikannya salah satu dari beberapa gereja-gereja global untuk membolehkan pernikahan gay. Pemerintah Swedia memperkenalkan hukum baru yang memungkinkan pasangan gay memiliki hak perkawinan yang sama seperti heteroseksual. Gereja Lutheran mengatakan pasangan gay sekarang bisa menikah dengan salah satu dari para imam awal November. Komunitas Gay Swedia, Swedia Federation for Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender Rights (RFSL), menyambut baik keputusan pemerintah melegalkan pernikahan gay di gereja. “Kita mengucapkan selamat kepada Gereja Swedia untuk mengambil keputusan itu. Homoseksual dan biseksual akhirnya akan dapat merasakan sedikit lebih diterima dalam masyarakat,” kata salah seorang komunitas itu dalam sebuah pernyataan. Swedia adalah salah satu negara pertama yang memberikan hak secara hukum pasangan gay pada pertengahan 1990-an, dan membolehkan pasangan gay mengadopsi anak dari tahun 2002. Swedia menjadi lima negara Eropa, setelah Belanda, Belgia, Spanyol dan Norwegia, yang mengakui perkawinan sesama jenis. (Republika online, 23/10/2009)

Bukti Kebobrokan Kapitalisme-Liberalisme

Seluruh rekam fakta di atas terjadi karena keluarga muslim Indonesia dan dunia hidup di dalam peradaban kapitalisme yang berlandaskan aqidah sekulerisme (memisahkan agama dalam kehidupan). Keluarga muslim didorong dan dipaksa untuk melepaskan diri dari keterikatannya pada aturan kehidupan yang bersumber dari Allah SWT. Para pegiat aqidah sekuler ini melakukan infiltrasi (penyusupan) pemikiran-pemikiran yang dapat merusak benak kaum muslimin maupun muslimah. Infiltrasi pemikiran yang di sebarkan ini dilakukan dalam rangka mencapai tujuan:
1. Meragukan keyakinan umat Islam terhadap aqidah Islam dengan menanamkan kebenaran yang bersifat relatif
2. Mempromosikan sisi buruk penerapan hukum syara’ akibat kelemahan individu
3. Mengumbar janji manis kebohongan pemikiran-pemikiran HAM dan Demokrasi

Infiltrasi sekulerisme telah membuat kaum muslimin mencukupkan Islam hanya pada aspek yang berkaitan dengan individu seperti ibadah mahdah semata. Islam “dianggap” tidak berhubungan dengan kehidupan sosial-kemasyarakatan dalam tatanan kenegaraan. Untuk menancapkan keyakinan ini peradaban kapitalisme memunculkan fakta-fakta penerapan hukum syara’, semisal hukum jinayat (hukum potong tangan bagi pencuri,rajam dan jilid bagi pezina) di vonis sebagai biang KEKERASAN. Bahkan mereka menggambarkan muslimah yang menjalankan syari’ah dengan menutup aurat (cadar, kerudung dan jilbab) dinyatakan sebagai teroris. Hal ini menyebabkan kaum muslimin dengan sendirinya menolak ajaran Islam.

Muslimah dan Keluarga muslim diiming-imingi solusi berupa HAM (kebebasan individu) dan Demokrasi (Pemerintah berasal dari-oleh-untuk Rakyat). Padahal hakekatnya, semua itu merupakan KEBOHONGAN dan KEJAHATAN yang besar. Kenapa??? Fakta membuktikan bahwa HAM memiliki pisau bermata dua, di satu sisi pisau ini untuk mendiskriminasi dan mengeliminasi kaum muslimin dan di sisi lain untuk melindungi kebebasan dan kejahatan peradaban kapitalisme yang diusung barat. Mereka menghilangkan hak individu-individu muslim untuk menjalankan keyakinannya dan menjalankan syari’ah sebagai bentuk ketaatan, di sisi lain mereka memfasilitasi kebebasan kaum lesbian, gays, dan perusak moral menampakkan identitas diri di tengah-tengah masyarakat bahkan memberikan penghargaan atas keberadaan mereka.

Peradaban kapitalisme mengatakan jihad merupakan bentuk kekerasan dan dikaitkan dengan terorisme, tetapi apa yang dilakukan oleh AS, Israel, Inggris, dan Australia sebagai gembong pengusung HAM melakukan pembunuhan terhadap anak-anak, perempuan dan rakyat Palestina, Afghanistan dan negeri-negeri muslim lainnya dianggap sebagai upaya perdamaian. Sesungguhnya peradaban kapitalismelah yang melakukan kekerasan dan menjadi dalang teroris di muka bumi ini dan tidak layak untuk mendapatkan pujian dan dijadikan sebagai teladan. Semua ini jelas-jelas sangat memuakkan, sehingga tidak layak untuk di konsumsi oleh kaum muslimin di negeri ini dan di dunia.

Muslimah, anak-anak dan keluarga muslim telah merasakan dampak negatif akibat sekularisme yang notabene lahir dari kelemahan manusia. Sistem sekuler saat ini diterapkan di Indonesia dan di negeri-negeri Muslim lainnya, adalah sistem yang rusak dan bertentangan dengan akidah Islam. Sistem ini telah nyata-nyata menjauhkan umat Islam dari harta miliknya yang paling berharga, yaitu kecintaan kepada agama Allah SWT. Akibatnya, kehidupan semakin suram di segala bidang; baik ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum, dll.

Peradaban kapitalismen selain meniadakan hak Allah SWT untuk mengatur manusia dalam seluruh aspek kehidupan, ternyata secara hakekat telah mempurukkan kaum perempuan,anak-anak, dan umat muslim dan manusia di seluruh dunia. Keterpurukkan ini menghantarkan muslimah dan keluarga muslim ke jurang penderitaan melalui kebijakan yang lahir dari sistem pemerintahan demokrasi. Demokrasi yang dipropagandakan membela rakyat dan berpihak kepada rakyat semata, ternyata suatu KEBOHONGAN yang SANGAT BESAR. Kebijakan yang lahir dari demokrasi hakekatnya hanya berpihak kepada orang-orang yang memiliki modal(capital) dan yang haus kekuasaan untuk memonopoli kekayaan. Hukum dan peradilan dapat dibeli oleh para capital dan penguasa atas nama KEADILAN dan HAM, sedangkan orang-orang yang tak berdaya di anggap layak untuk mendapatkan sanksi hukuman yang berat yang tidak adil dan tidak manusiawi.

Penerapan kebijakan ala kapitalisme itu hanya menimbulkan tingginya angka kemiskinan, pengangguran, anak putus sekolah, harga barang kebutuhan pokok, dll. Bukan itu saja, kebutuhan pokok masyarakat juga semakin sulit dijangkau masyarakat. BBM langka dan mahal, air mahal, apalagi susu. Sarana dan prasarana semakin sulit diakses, seperti jalan tol yang mahal, kesehatan dan pendidikan meroket, dan seterusnya. Bahkan, makanan seperti tahu atau tempe yang merupakan warisan leluhur nenek moyang kitapun, kini menjadi hidangan langka yang tak terjangkau harganya. Pemenuhan kebutuhan pokok yang bersifat individu (pangan,papan,pakaian) menjadi barang yang sulit dan mahal bagi orang miskin yang hidup dalam peradaban kapitalisme. Sedangkan pemenuhan kebutuhan pokok yang bersifat komunitas berupa pendidikan,kesehatan dan keamanan menjadi barang mewah dalam peradaban kapitalisme. Hanya orang-orang kaya saja yang layak untuk hidup dan menikmati hidup, sedangkan orang-orang miskin mereka adalah orang yang terpinggirkan dan dianggap layak tertindas dalam hutan rimba peradaban Kapitalisme.

Sungguh malang penduduk negeri ini, ibarat tikus mati di lumbung padi. Di negeri yang kaya sumber daya alam, rempah-rempah melimpah dan subur tanahnya, rakyatnya jatuh miskin, kelaparan dan tak putus dirundung bencana alam. Kaum muslimin yang berjumlah 5 milyar di dunia ini tidak memiliki kekuatan dan kewibawaan bahkan diinjak-injak, di hina dan direndahkan harkat - martabatnya sebagai manusia. Kapankah semua ini berakhir? Tidak cukupkah bukti kebobrokan sistem kapitalisme itu menyadarkan umat Islam untuk kembali kepada aturan Allah SWT, Zat yang Maha Tahu hakikat manusia dan kehidupan?

Seruan Muslimah Indonesia untuk Dunia
Sesungguhnya, muslimah dan keluarga muslim mengalami potret buram yang tak berkesudahan karena telah ditinggalkannya Islam sebagai suatu sistem yang mampu menaungi mereka yaitu sistem khilafah Islamiyah. Sejak keruntuhannya pada tahun 1924 oleh Barat, benak kaum muslimin semakin dijauhkan tentang hakekat Islam yaitu Islam sebagai Ideologi yang terlahir dari aqidah yang mampu melahirkan seperangkat aturan yang sangat rinci dan sempurna, mencakup seluruh aspek kehidupan. Padahal sistem aturan ini lahir dari Zat Yang MahaKuasa dan MahaTahu atas segala sesuatu. Sehingga seluruh persoalan yang dihadapi makhluk-Nya dalam situasi dan kondisi apapun dapat diselesaikan dengan memuaskan, tanpa ada pihak manapun yang dirugikan. Aturan-aturan tersebut senantiasa sesuai dengan fitrah manusia dan memuaskan akal manusia yang pada akhirnya akan menenteramkan jiwa manusia. Aturan-aturan Islam tersebut diturunkan kepada Nabi Muhammad saw berupa Alquran dan Hadits, yang kemudian dikenal sebagai syariah. Karena itu, sangat naif jika dikatakan Islam hanya mengatur masalah aqidah dan ibadah mahdah semata, karena justru muatan syariahlah yang banyak kita temukan dalam Alquran dan Hadits.

Syariah Islam yang telah diterapkan di masa kehidupan Rasulullah Saw dan para sahabatnya telah menghantarkan kegemilangan peradaban Islam di muka bumi dan tercatat dalam sejarah kemanusiaan. Dalam bentangan sejarah dunia, Islam terbukti berhasil membangkitkan masyarakat, dari yang sebelumnya hidup dalam kebodohan dengan sebuah kebangkitan yang luar biasa dan tidak pernah bisa ditandingi oleh kebangkitan yang terjadi dalam masyarakat manapun; menjadi sebuah masyarakat mulia, yang mengawali terbentuknya peradaban agung yang berkemajuan. Itulah masyarakat Islam pertama dalam naungan Daulah Islam, yang disebut juga Daulah Khilafah pertama di Madinah al-Munawwarah. Selama lebih dari satu milenium, peradaban Islam nan gemilang itu menjadi mercusuar bagi seluruh umat manusia.

Dalam masyarakat Islam, sistem Islam bekerja mengatur masyarakat dengan sebaik-baiknya sehingga kerahmatan yang dijanjikan benar-benar dapat terwujud. Dalam kaitannya dengan perlindungan kaum minoritas, misalnya, telah terbukti Khilafah mampu melindungi mereka. Ketika orang-orang Yahudi terpaksa harus mengungsi akibat praktek inkuisisi yang dilakukan oleh orang-orang Kristen di Spanyol pada abad ke-15, mereka mendapat perlindungan dari Khalifah Bayazid II. Wilayah Negara Islam menjadi tempat tinggal mereka yang baru. Nyatalah bahwa Daulah Khilafah menjadi tempat yang nyaman bagi siapa pun. Semua warga negara Daulah Khilafah, tanpa memandang keyakinan, agama, ras dan bahasa, baik Muslim maupun non-Muslim, dijamin akan menikmati keadilan dan keamanan. Keadaan seperti ini tentu tidak bisa dipenuhi oleh sistem selain slam. Karena itu, wajar bila kemudian Daulah Khilafah mendapatkan loyalitas dari rakyat yang hidup di dalam naungannya, termasuk dari kalangan non-Muslim. Pasukan Salib yang datang menyerbu wilayah Syam ketika itu, terhenyak ketika mereka mendapati kenyataan bahwa mereka harus berhadapan dengan pasukan yang seagama, yakni orangorang Kristen di Syam, yang terjun dalam kancah peperangan untuk mempertahankan Daulah Khilafah,yang telah dianggap sebagai negara mereka sendiri. Kebangkitan umat Islam di masa lalu terbukti mampu menciptakan kemajuan di segala bidang, termasuk di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan di bidang ekonomi. Itu semua menjadi monument peninggalan sejarah dunia yang tak terlupakan.

Dalam bidang ilmu kedokteran dan astronomi misalnya, Daulah Khilafah jauh lebih maju dibanding dengan negara-negara lain pada waktu itu. Buktinya, universitas-universitas di berbagai wilayah Islam saat itu menjadi tempat utama buat orang-orang Eropa, termasuk para pangeran dan putri dari berbagai kerajaan di Eropa, untuk menimba ilmu. Salah satu ukuran orang berilmu ketika itu adalah kemampuannya dalam menguasai bahasa Arab, karena bahasa Arab seakan menjadi kunci harta karun ilmu yang memang saat itu kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab.

Daulah Khilafah juga menjamin tersedianya akses bagi semua orang untuk mendapatkan kekayaan. Di saat yang sama mencegah kekayaan tersebut terpusat di tangan segelintir orang. Sepanjang kepemimpinan Daulah Khilafah, ketersediaan berbagai kebutuhan pokok (primer) bagi seluruh warga negara berhasil diamankan. Sementara itu, kesempatan untuk mendapatkan kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) senantiasa terbuka bagi semua orang.Demikian sejahteranya masyarakat di masa Khalifah Umar bin Abdul Azis, misalnya, pernah terjadi di wilayah Afrika, harta zakat tidak bisa dibagikan di sana karena tidak ada seorang pun yang layak menerimanya. Demikian pula selama berabad-abad di bawah pemerintahan Islam,masyarakat di anak benua India menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia.

Dalam konstelasi politik internasional, Daulah Khilafah menjadi negara nomor satu selama berabad-abad tanpa pesaing. Daulah Khilafah berhasil menyatukan berbagai sumberdaya yang luar biasa besar yang dimiliki umat Islam dalam sebuah institusi negara yang luasnya mencapai tiga benua. Khilafah telah menggariskan sebuah kebijakan yang dibangun di atas dasar prinsip keadilan dan kebenaran, hingga ia mampu menjadi pemimpin bangsa-bangsa yang ada. Kabar tentang tentang keadilan Daulah Khilafah tersebar luas melintasi perbatasan wilayah kekuasaannya. Hal ini membuat banyak sekali manusia tertarik untuk masuk Islam. Saat wilayah-wilayah itu direbut pasukan Tartar dan tentara Salib, umat Islam di tempat itu tidak sedikit pun menyerah. Mereka terus berjuang hingga akhirnya berhasil merebut kembali wilayah itu dan mengakhiri penjajahan di sana.

Inilah umat terbaik (khayru ummah) yang diturunkan Allah SWT, yang menjadi contoh bagi seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 110)
Kondisi semacam ini insya Allah dapat diwujudkan kembali asal umat Islam mau kembali kepada rahasia kejayaan Islam, yakni diterapkannya sistem Islam secara kaffah melalui Daulah khilafah di satu atau lebih negeri Muslim yang kuat, sebagai titik awal proses penyatuan kembali atau reunifikasi seluruh dunia Islam.

Karena itu, satu-satunya jalan keluar untuk mengentaskan kondisi keterpurukan di atas adalah kembali kepada Islam dan mewujudkan kembali khilafah Islamiyah yang menaungi muslimah dan keluarga muslim dari berbagai macam ancaman,hambatan,tantangan dan serangan dari pihak-pihak yang tidak menginginkan Islam tegak. Ada beberapa hal yang diperlukan untuk diwujudkan oleh muslimah dan keluarga muslim dimanapun mereka berada berada, yaitu:
Pertama, dibutuhkan ketakwaan masing-masing individu untuk menyadari posisinya sebagai hamba Allah SWT. Manusia adalah sosok lemah, tak berdaya di hadapan Allah SWT.
Kedua, seluruh elemen masyarakat harus kembali taat dan tunduk pada syariah Islam sebagai wahyu Ilahi, dengan cara menerapkannya di berbagai lini kehidupan.
Ketiga, seluruh elemen masyarakat, termasuk muslimah hendaknya melibatkan diri dalam perjuangan untuk membangkitkan kembali peradaban Islam. Kontribusi sekecil apapun hendaknya gigih dilakukan dalam mengupayakan tegaknya panji-panji ilahi melalui jalan dakwah. Allah SWT berfirman: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat/jamaah yang menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (TQS Ali-Imran: 104).

Memang, memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah di tengah-tengah kehidupan yang sekuler bukan perkara gampang. Perlu kesungguhan, keseriusan dan kesabaran untuk mewujudkannya. Karena itu, kewajiban kita sebagai Muslimah adalah sekuat tenaga mencurahkan segala kemampuan dalam rangka mengikuti jejak Rasulullah Saw dan para shahabat, melaksanakan dakwah sebagaimana yang telah mereka lakukan. Wahai Muslimah, marilah segera kita rapatkan barisan dan mengerahkan segala potensi untuk menunaikan seruan Allah SWT.
" Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa." (TQS Ali Imran:133).